Dari Zona ke Zona, Sebelumnya Akhirnya Tumbuh
Pada akhir atau awal tahun, banyak organisasi membuat program kerja untuk tahun depan. Saya asumsikan rata-rata kita pasti menetapkan target yang lebih tinggi. Meskipun sebagian naluri kita mungkin enggan untuk diajak kerja lebih ekstra. Siapa sih yang tidak ingin hidup mudah, kerja ringan, tapi hasil lebih banyak?
Growth alias tumbuh memang selalu lebih manis diucapkan dari pada dijalani. Bahkan saat tekad itu sudah dipajang di dinding kantor, kadang berhenti jadi kata-kata inspirasi saja. Karena ternyata tak banyak yang bersedia melepas kenyamanan dalam proses pertumbuhan.
Growth and comfort do not co-exist, begitu kata mantan CEO IBM Ginni Rommety. Mereka berdua ini (proses tumbuh dan kenyamanan) sepertinya memang tidak ditakdirkan untuk bisa hidup berdampingan.
Dan pemimpinlah yang seharusnya selalu memandu organisasinya menjelajahi rimba raya tantangan untuk menuju pertumbuhan. Memantik visi sekaligus menempuh risiko-risiko untuk mencapainya. Ini sama sekali bukan kata-kata heroik. Biasa saja, karena memang seperti itulah pekerjaan pemimpin.
Pemimpin semestinya mampu memandu organisasinya untuk bergerak menjelajahi satu zona ke zona lainnya.
Empat Zona
Dalam perjalanan tumbuh sebagai apapun, baik individu maupun organisasi dari yang kecil hingga yang besar, kita mengenal empat zona.
1. Comfort zone
Hampir semua orang sepakat ini zona paling enak. Naluri kita akan mempertahankan kondisi ini. Karena semuanya terasa sudah kita kuasai. Kita hafal seluk beluknya. At minimum effort kondisi aman sudah di tangan.
Buat apa pasang target lebih tinggi untuk tahun depan, kalau pendapatan tahun ini sudah cukup? Buat apa mengambil risiko untuk ekspansi yang belum tentu berhasil? Lebih baik mempertahankan yang sudah ada.
2. Fear zone
Selangkah saja kita keluar dari zona nyaman, kondisi "fear" biasanya sudah akan kita rasakan. Menghadapi situasi yang belum pernah dijumpai, banyak faktor yang belum dapat dikendalikan. Bayangan kegagalan ada di mana-mana. Belum lagi suara-suara yang menyebutkan kondisi sebelumnya lebih baik, lebih enak dari yang sekarang. Apalagi kalau Anda adalah pemimpin baru di organisasi tersebut, lalu para penentang membanding-bandingkan dengan pemimpin sebelumnya. Habis sudah.
Fear zone adalah persimpangan yang kritis. Pilihan untuk balik kanan ke zona nyaman selalu menggoda. Apalagi kalau tekanan dari sekitar sudah begitu besar.
Mau lanjut atau kembali?
3. Learning Zone
Kalau lanjut, area ketiga adalah learning zone. Bukan lebih nyaman, tapi setidaknya kita memilih dengan kesadaran penuh untuk menganggap semua yang membingungkan, yang menyakitkan, yang belum bisa dikendalikan adalah pembelajaran.
Seluruh sumber daya secara rutin dan intensif digunakan untuk mencoba hal-hal baru, meneliti berbagai referensi, melakukan terobosan-terobosan eksekusi dan menganalisa hasilnya. Semuanya menjadi kumpulan pengetahuan yang selalu dievaluasi dan dijadikan bahan untuk perbaikan.
Meskipun melelahkan, tapi biasanya sudah bisa lebih asik. Apalagi kalau mulai ada tanda-tanda kemajuan. Yang diperlukan adalah merawat suasana agar tidak berhenti belajar.
Saat ini semakin banyak organisasi yang membangun learning culture. Karena saat mental belajar semakin menjadi keseharian dalam tim, organisasi akan mendapatkan banyak manfaat.
4. Growth Zone
Inilah the new you. Saat organisasi memetik hasil dari kerja kerasnya mengatasi ketakutan dan menjalani proses belajar.
Zona tumbuh bukan hanya ditandai dengan matriks-matriks organisasi yang semakin bagus. Tapi juga mental yang semakin kuat. Poin inilah sebenarnya benefit yang paling menjanjikan keberlanjutan.
Zona tumbuh ini lambat laun akan semakin solid. Banyak aspek makin dikuasai. Kondisi organisasi menjadi stabil (biasanya juga membesar). Tidak banyak turbulensi. Suasana pun menjadi lebih nyaman.
Terdengar familiar ya? Benar. Selamat datang di zona nyaman yang baru.
Sampai sini, seharusnya Anda tahu apa yang mesti kita lakukan berikutnya.[]