Jangan Baca Berita Baik, Buang-Buang Waktu!

Jangan Baca Berita Baik, Buang-Buang Waktu!
ilustrasi @shutterstock

Satu waktu, ada kritik tentang gaya konten GNFI. Konten GNFI dinilai hanya sekadar informasi publik, normatif, dan tidak mungkin bisa menggerakkan perubahan. Apa yang diharapkan dari berita bagus yang begitu-begitu saja?

Untuk isu-isu yang mendesak untuk segera dilakukan perubahan, gaya GNFI tidak bisa diharapkan bisa mengantar pada percepatan yang diharapkan. Sebut saja tentang kerusakan lingkungan, perubahan iklim, transisi energi, sampai korupsi.

Isu-isu seperti ini tidak butuh berita baik, karena kenyataannya tidak begitu. Publik tidak perlu dihibur dengan inspirasi, tapi sebuah tanda bahaya yang langsung menyenggol dengan ancaman terhadap kelangsungan hidupnya.

Penyebaran berita positif untuk isu seperti ini bukan hanya tidak efektif, tapi menyia-nyiakan waktu dan sumber daya.

"Yang perlu dilakukan adalah fear mongering, penyebaran rasa takut. Rasa takutlah yang akan menggerakkan orang untuk berubah. Ini perlu dilakukan oleh media," begitu pungkas sang pengkritik.

Sejujurnya, saya sagat senang dengan kritik seperti ini.  Memang "mak deg". Siapa yang tidak begitu ketika karyanya dianggap tak terlalu berguna.

Tapi saya percaya kritik bermanfaat.  Seperti yang kami yakini selama ini: setiap ide harus diuji. Begitu pula dengan ide yang diusung oleh GNFI yang mengusung – sesuai namanya – good news.

Bukan angin yang searah yang yang membuat pesawat udara bisa terbang, tapi yang berlawanan. Maka kritik justru membantu kita menata cara berpikir dan bekerja.

Cara GNFI

Pada dasarnya, yang kami lakukan di GNFI bukan membaik-baikkan kenyataan buruk.  Kami melihat dari sisi lain, mengangkat inspirasi.

Pada saat bicara krisis iklim misalnya, kami memilih untuk tidak melihat hanya bahayanya (yang sudah jelas memang menakutkan), tapi menceritakan upaya-upaya mengatasinya, yang sering kali datang dari orang kebanyakan

Ada banyak orang-orang biasa tapi gigih melakukan perbaikan dengan apapun yang mereka bisa. Terkesan sederhana dan sepele. Tapi karena itulah seharusnya langkah mereka bisa ditiru oleh banyak orang lainnya dengan mudah.

Kami percaya yang seperti ini sebenarnya jumlahnya banyak, sebanyak masalah yang masih ada di sekitar kita dan mendesak untuk diatasi.

Selalu ada mereka yang bergerak meskipun tidak eksis di media sosial. Di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, anti korupsi, lingkungan, dan lainnya. Kita perlu lebih banyak lagi kemunculan orang-orang seperti mereka.

Apakah pendekatan inspirasi dan "berita baik" ini baik? Tentu, menurut GNFI. Apakah cara lain buruk?  Jangan begitu berpikirnya.

Orang macam-macam, cara mendekatinyapun juga. Ada yang baru bergerak ketika merasa takut. Ada juga yang tergerak karena inspirasi dari contoh nyata.

Seperti selera pada jenis konten, ada yang suka baca, melihat gambar, atau menonton video. Kebanyakan, kita perlu mengombinasikan semua cara agar perubahan bisa benar-benar terjadi.

Masyarakat juga mengonsumsi informasi dari beragam sumber, bukan dari satu. Jadi, tidak perlu khawatir ketika ada media yang memilih pendekatan good news dan yang lain dengan bad news. Menurut kami, ini justru memperkaya referensi.

Kita tidak perlu cara yang seragam, tapi beragam. Bayangkan saja kalau media semuanya memakai pendekatan fear mongering. Melihat manapun kita ketemu ketakutan. Atau karena semangat menyampaikan dengan gaya berita baik, semuanya membungkus cerita dengan pendekatan positif, seakan tidak ada bahaya apapun yang perlu dikhawatirkan.

Mau kondisinya menjadi seperti itu? Kalau kami tidak. Karena sepanjang informasi disajikan dengan prinsip jurnalisme yang baik, kita tidak perlu khawatir dengan gaya good news atau bad news.

Wahyu Aji

Wahyu Aji

Saat ini berperan sebagai CEO di GNFI. Interaksi dapat melalui aji@goodnews.id